Kata Mutiara Dari Ali Bin Abi Thalib

Sastra Jendra hayuningrat pangruwating diyu

Kini menginjak saatnya Resi Wisrawa memulai penjabaran segala arti ilmu Sastra Jendra Hayuningrat Pangruwating Diyu. Namun sebelum wejangan riil penjabaran makna hobatan sastra jendra hayuningrat pangruwating diyu diajarkan kepada Haur Sukesi, Resi Wisrawa memberikan sejurus adapun guna-guna itu kepada Sang Prabu Sumali. Tanda terima Wisrawa berbicara renik, bahwa seyogyanya tidak usah tergopoh-gopoh, karsa Sang Prabu Sumali pasti tercurahkan. Jika dengan sesungguhnya menghendaki keutamaan dan ingin mengetahui arti sastra jendra. Ajaran Ilmu Sastra Jendra itu adalah, barang siapa nan menyadari dan menaati benar makna yang terkandung di n domestik ajaran itu akan bisa mengenal watak (nafsu-nafsu) diri pribadi. Nafsu-nafsu ini selanjutnya dipupuk, dikembangkan dengan sungguh-sungguh secara jujur, di sumber akar pimpinan kesadaran yang baik dan bersifat mustakim. Dalam sreg itu nan bersifat buruk sadis dilenyapkan dan yang berperangai baik diperkembangkan sejauh mungkin. Kesemuanya di bawah pimpinan kebijaksanaan yang berkepribadian mulia.

Tersingahak Prabu Sumali tatkala mendengar uraian Tanda terima Wisrawa. Mendengar penjelasan singkat itu Prabu Sumali hatinya mmenjadi sangat terpengaruh, jublek dan dengan segera mempersilahkan Resi Wisrawa masuk ke dalam studio. Wejangan dilakukan di dalam sanggar pemujaan, berduaan sonder ada hamba allah lain kecuali Resi Wisrawa dengan Dewi Sukesi. Karena Sastrajendra yakni rahasia kalimantang sepenuh, yang tidak dibolehkan diketahui sebarang makhluk, seisi mayapada baik daratan, angkasa dan segara. Aji-aji Sastra Jendra Hayuningrat Pangruwating Diyu adalah sebuah ilmu sebagai kunci insan dapat mengetahui isi suralaya pusat badan manusia yang berkecukupan di dalam atrium yaitu pintu gerbang ataupun kunci rasa jati, yang n domestik hal ini bernilai sebagai halnya Allah Yang Maha Esa, yang berperilaku meruap. Maka bersumber itu ilmu Sastra Jendera Hayuningrat Pangruwating Diyu yakni sebagai sarana pemunah apa bahaya, yang di dalam hal mantra mutakadim tiada pun. Sebab segalanya telah inklusif internal sastra terdepan, puncak terbit segala macam hobatan. Besar serta barang apa hewan seisi hutan, jika tahu artinya sastra jendra. Dewa akan membebaskan dari segala petaka. Sempurna kematiannya, rohnya akan berkumpul dengan roh manusia, khalayak nan mutakadim eksemplar yang menguasal sastra jendra, apabila ia mati, rohnya akan berkumpul dengan para dewa yang mulya.

Sastra Jendra disebut pula Sastra Ceta. Suatu hal yang mengandung keabsahan, keluhuran, keagungan akan kesempurnaan penilaian terhadap hal-hal nan belum nyata bagi manusia biasa. Karena itu Ilmu Sastra Jendra disebut pula seumpama ilmu atau informasi tentang siasat seluruh semesta alam beserta perkembangannya. Jadi tugasnya, Ilmu Sastra Jendra Hayuningrat Pangruwating Diyu merupakan perkembangan atau mandu bakal menjejak kesempurnaan spirit.

Untuk mengaras tingkat hidup yang demikian itu, individu harus menempuh berbagai persyaratan atau perkembangan kerumahtanggaan hal ini berarti sukma dan hidup yang manunggal, antara bukan dengan cara-cara seperti:

Mutih : makan nasi tanpa ikan pauk yang substansial apapun juga.
Sirik : menjauhkan diri berusul apa varietas keduniawian.
Ngebleng : menghindari segala ki gua garba atau minuman yang tidak bergaram.
Patigeni : tidak bersantap ataupun meneguk segala-segala sewaktu-waktu.
Selanjutnya mengerjakan samadi, sambil mengurangi makan, menenggak, tidur dan tak sebagainya. Pada samadi itulah pada galibnya sosok akan mendapalkan ilham atau wisik. Ada sapta tahapan ataupun tingkat yang harus dilakukan apabila mau mencapai tataran usia yang cermin, yaitu :

Tapaning jasmani, yang berarti mengendalikan/menghentikan trik gerak tubuh maupun kegiatannya. Janganlah hendaknya merasa lindu hati maupun menurunkan balas dendam, apalagi terkena sebagai bahan karena perbuatan orang tak, atau akibat suatu kejadian yang menyangkut pada dirinya. Sedapat-dapatnya hal tersebut dituruti saja dengan keseriusan hati.

Tapaning fiil , yang bermanfaat mengelakkan/memungkirkan kelakuan nan terhina dan segala keadaan yang bersifat lain mustakim.

Tapaning hawa nafsu , yang berarti mengendalikan/melontarkan jauh-jauh temperatur nafsu atau rasam angkara murka berpangkal diri pribadi. Hendaknya selalu bergaya sabar dan nirmala, karim, berperasaan privat, suka menjatah maaf kepada kali pula, pun kukuh kepada Sang pencipta Yang Maha Esa. Mencacat perhatian secara sungguh-bukan main, dan berusaha sekuat tenaga kearah ketahanan (heneng), yang berarti tidak dapat diombang-ambingkan oleh siapa atau apapun pula, serta kewaspadaan (hening).

Tapaning sukma , nan berarti memenangkan jiwanya. Moga kedermawanannya diperluas. Rahmat sesuatu kepada siapapun juga harus berdasarkan kerelaan hati, seakan-akan bak persembahan sedemikian, sehingga tidak mengakibatkan sesuatu kesialan yang positif apapun juga pada pihak yang manapun juga. Pendek kata tanpa menyinggung perasaan.

Tapaning cahya , nan berharga kiranya orang kerap awas dan waspada serta punya siasat meramalkan sesuatu secara tepat. Jangan hingga redup atau mabuk karena hal cemerlang nan boleh mengakibatkan penglihatan yang serba samar dan saru. Juga sekali lagi kegiatannya agar selalu ditujukan kepada kebahagiaan dan keselamatan mahajana.

Tapaning gesang, yang bermakna berusaha berjuang sekuat tenaga secara kulimat, kearah kesempurnaari hidup, serta taat kepada Halikuljabbar Yang Maha Esa. Mengingat kronologi ataupun mandu itu berkedudukan pada tingkat hidup tertinggi, maka ilmu
Sastra Jendra Hayuningrat Pangruwating Diyu itu dinamakan pula “Benih seluruh seberinda kalimantang.”

Jadi semakin jelas bahwa Sastra Jendra Hayuningrat Pangruwating Diyu sekadar misal sentral bakal bisa mencerna isi Rasa Jati, dimana untuk mencapai sesuatu yang mulia diperlukan mutlak perbuatan yang sesuai.
Rasajati memperlambangkan nasib ataupun badan halus ataupun nafsu sifat tiap turunan, yaitu kemauan, kecenderungan, insting yang awet, kearah nan baik maupun nan buruk atau bengis.
Nafsu sifat itu merupakan;

Lumamah (kebengisan marah), Amarah, Supiyah (nafsu birahi). Ketiga adat tersebut merepresentasi kejadian-peristiwa yang menyebabkan tidak teraturnya ataupun kacau balaunya sesuatu umum dalam bermacam-macam bidang, antara lain: kesengsaraan, malapetaka, kemiskinan dan tak sebagainya. Sementara itu kebiasaan buncit ialah Mutmainah (nafsu yang baik, internal arti introduksi berbaik hati, berbaik bahasa, valid dan tidak sebagainya) yang selalu menghalang-halangi tindakan yang bukan senonoh.

Resi Wisrawa
Detik wejangan tersebut dimulai, para dewata di kahyangan marah terhadap Resi Wisrawa yang nekat mengungkapkan aji-aji rahasia jagat rat yang merupakan mantra monopoli para dewa. Para Betara adv amat berkepentingan untuk tidak membeberkan ilmu itu ke sosok. Karena apabila hal itu terjadi, apalagi jikalau pada akhirnya manusia melaksanakannya, maka sempurnalah hidup manusia. Semua umat di dunia akan menjadi individu sempurna di ain Penciptanya.Dewata lain bisa membiarkan peristiwa itu terjadi. Maka digoncangkan seluruh penjuru mayapada. Bumi terasa mendidih. Kalimantang terguncang-guncang. Prahara osean melanda seisi kalimantang. Apapun mereka buat agar ilmu keutuhan itu tidak dapat di jalankan.
Semakin lama tajali itu semakin meresap di tubuh Sukesi. Untuk tidak terungkap di duaja manusia, maka Bhatara Suhu langsung merosot tangan dan berusaha kiranya hasil dari ilmu tersebut tetap menjadi rahasia para batara. Risikonya guna-guna tersebut harus taat tegar patuh rani di dalam rahasia dewa. Oleh niat tersebut maka Bhatara Suhu turun ke dunia masuk ke dalam jasmani Bidadari Sukesi. Dibuatnya Peri Sukesi tergoda dengan Resi Wisrawa. Privat waktu cepat Dewi Sukesi mulai tergoda bagi mendekati Wisrawa. Sekadar Wisrawa yang terus menguraiakn ilmu itu tetap tidak berhenti. Bahkan kepentingan dari uraian itu menyebabkan Sang Bathara Guru mencelat keluar dari raga Dewi Sukesi. Cuma Bathara Master enggak menyerah sejenis itu saja. Dipanggilnya permaisurinya yaitu Peri Uma anjlok ke dunia. Bhatara Hawa masuk bergabung fisik dalam fisik Resi Wisrawa semenjana Bidadari Uma masuk ke dalam badan Dewi Sukesi.
Tepat puas waktu mantra itu hendak selesai diwejangkan oleh Resi Wisrawa kepada Dewi Sukesi, datanglah suatu percobaan alias tentamen hidup. Sang Bhatara Guru yang menghunjam ke internal raga Bagawan Wisrawa dan Bhatari Uma yang ada di dalam tubuh Dewi Sukesi memulai gangguannya terhadap keduanya. Bujukan nan demikian dahsyat datang menghampiri kedua bani adam itu. Surat bahari Wisrawa dan Bidadari Sukesi nan menerima pengejawantahan Bhatara Guru dan Dewi Uma secara berderet-deret terserang api asmara dan keduanya dirangsang oleh nafsu birahi. Dan rangsangan itu semakin lama semakin tinggi.
Tembuslah tembok pertahanan Wisrawa dan Sukesi. Dan terjadilah hubungan yang nantinya akan membuahkan kandungan. Begawan Wisrawa lupa, bahwa ia lega hakekatnya hanya berfungsi sebagai wakil anaknya namun. Dan akibat pecah rayuan tersebut, sebelum nasihat Sastra
Jendra selesai, keburu hubungan antara Tanda terima Wisrawa dengan Dewi Sukesi terjadi, mualamat mengatakan mereka mutakadim merupakan suami-istri.
Seusai bencana itu Bathara Hawa dan Peri Uma lekas pergi dua individu yang mutakadim langsung menjadi junjungan amputan. Sadar akan apa perbuatannya, mereka berdua menangis menangisi yang mutakadim terjadi. Namun segalanya telah terjadi. Sastra Jendra Hayuningrat Pangruwating Diyu gagal terjamah. Dan hasil mulai sejak segala uraian yang gagal diselesaikan itu adalah sebuah bercak, aib dan cela yang akan menjadi malapetaka raksasa dunia dikemudian periode.

Sekadar apapun hasilnya harus dilalui. Tanda terima Wisrawa dan Dewi Sukesi membeberkan semuanya apa adanya kepada si ayah Yamtuan Sumali. Dengan arif Baginda Sumali memufakati takrif yang sudah terjadi. Dan Tanda terima Wisrawa dan Haur Sukesi seremonial sebagai suami ayutayutan, dan seluruh sayembara ditutup.

Lahirnya Rahwana

Berbulan-bulan di Lokapala Danaraja menunggu datangnya sang ayah yang diharapkan mengangkut mualamat bahagia. Ia telah mendengar proklamasi bahwa sayembara Dewi Sukesi telah berbuah dimenangkan makanya Resi Wisrawa. Sampai suatu momen Wisrawa dan Sukesi sampai Lokapala.Dengan sukacita Danaraja menyambut keduanya. Belaka Wisrawa nomplok dengan cahaya muka yang kuyu dan kemanisan sang peri yang diagung-agungkan banyak orang itu kelihatan pudar. Danaraja, merasa mendapatkan suasana yang tidak nyaman, kemudian bertanya plong ayahnya. Di depan istri dan putranya, Wisrawa membualkan semua kejadian yang dialaminya dan secara terus terang mengamini segala dosa dan kesalahannya. Namun kesalahan tersebut merupakan kesalahan yang amat teramat fatal dimata Danaraja. Mendengar artikulasi ayahnya, Prabu Danaraja menjadi sangat kecewa dan marah besar. Danaraja tidak dapat mempercayai bahwa ayahnya tega mencederai lever putra kandungnya sendiri. Kicauan itu sudah tak terbendung. Danaraja suntuk gebah kedua suami-gula-gula tersebut keluar dari negara Lokapala. Akhirnya dengan penuh duka, sejodoh laki ampean itu juga ke negara Alengka.

Dalam perjalanan pun menuju Alengka, Dewi Sukesi nan sudah berangkat hamil itu tidak dapat berbuat banyak. Tubuhnya nan mulai kehilangan tenaga tertentang kuyu dan pucat. Sesudah berbulan-rembulan perjalanan yang memenatkan, menginjak ketika melahirkan. Di tengah hutan belantara padat, Dewi Sukesi bukan kuasa pun membantut lahirnya si bayi. Akhirnya lahirlah jabang bayi itu privat bentuk gumpalan daging, darah dan kuku. Haur Sukesi terkejut juga Tanda terima Wisrawa. Gumpalan itu berputar keluar bermula rahim sang ibu menuju kedalam rimba.

Kesalahan fatal terbit dua makhluk khalayak menyebabkan takdir yang demikian buruk terjadi. Gumpalan darah itu bergerak dan kesudahannya menjelma menjadi seorang putra jabang bayi maujud raksasa, koteng orok maskulin raksasa sebesar bukit dan suatu anak adam bayi pemudi yang ujud tubuhnya ibarat peri, tetapi wajahnya berupa raksasa perempuan.

Tanda terima Wisrawa dan Peri Sukesi hanya bisa berserah diri sebaik-baiknya kepada karsa Sang Penguasa Alam. Ketiga kanak-kanak anyir itu lahir ditengah wana diiringi lolongan serigala dan raungan anjing liar. Auman harimau dan kerasnya teriakan burung burung dandang. Suasana yang demikian mencekau mengiringi kelahiran ketiga bayi nan diberi nama Rahwana, Sarpakenaka dan Kumbakarna.

Dengan kepasrahan yang benar-benar, Wisrawa dan Sukesi membawa ketiga anak-anaknya ke Alengka. Start di Alengka, Baginda Sumali menyambut mereka dengan duka yang lalu dalam. Kesedihan itu membuat Sang Raja raksasa yang baik hati ini mengakuri mereka dengan segala situasi nan suka-suka. Di Alengka Wisrawa dan Sukesi membesarkan ketiga putra-putri mereka dengan setulus lever.
Rahwana dan Sarpakenaka tumbuh menjadi segara dan raksesi beringas, penuh nafsu jahat dan angkara. Rahwana kelihatan semakin perkasa dan menonjol diantara kedua adik-adiknya. Kelakuannya kasar dan biadab. Demikian juga dengan Sarpakenaka nan makin hari semakin menjelma menjadi raksasa wanita nan selalu mengumbar hawa nafsu. Sarpakenaka rajin mengejar adam barangkali saja privat rajah apa saja bikin dijadikan pemuas nafsunya. Sebaliknya Kumbakarna tumbuh menjadi besar yang lampau raksasa, tiga sampai catur kali lipat pecah tubuh raksasa lainnya. Dia juga n kepunyaan resan dan pribadi yang luhur. Walau berujud samudra, tak sedikitpun tercermin kebiasaan dan watak lautan yang serakah, berangasan dan suka mengumbar nafsunya, plong diri Kumbakarna

Namun pikiran gundah dan tersentuh perasaan menggelayut di relung hati Surat bahari Wisrawa dan Dewi Sukesi. Ketiga putranya lahir dalam wujud lautan dan raksesi. Kini Dewi Sukesi mulai mengandung putranya yang keempat. Akankah putranya ini juga akan lahir kerumahtanggaan wujud rasaksa atau raseksi? Dosa apakah nan telah mereka lakukan? Ataukah akibat dari gejolak nafsu nan bukan terkendali sebagai akibat penjabaran Ilmu Sastrajendra Hayuningrat yang telah dilakukan oleh Resi Wisrawa kepada Bidadari Sukesi?

Sadar akan kesalahannya yang selama ini terkungkung oleh nafsu kepuasan, Resi Wisrawa mengajak Dewi Sukesi, istrinya bikin bersemadi, memohon pengampunan kepada Sang Maha Pencipta, serta memohon seyogiannya dianugerahi koteng putra yang penampan, setampan Wisrawana/Danaraja, putra Resi Wisrawa dengan Dewi Lokawati, yang sekarang menduduki tahta kerajaan Lokapala. Sebagai koteng brahmana yang ilmunya telah mencapai tingkat kesempurnaan, Resi Wisrawa mencoba membimbing Dewi Sukesi untuk melakukan semadi dengan bermartabat agar puji-pujian pemujaannya diterima oleh Dewata Agung. Mendapat habuan ketekunan dan kekhusukkannya bersamadi, doa permohonan Resi Wisrawa dan Peri Sukesi dituruti oleh Dewata Agung. Pasca- bermusyawarah dengan para batara, Bhatara Temperatur kemudian meminta kesediaan Resi Wisnu Anjali, sahabat dempang Bhatara Wisnu, untuk turun ke marcapada menitik pada orok dalam kandungan Dewi Sukesi.

Dengan menitisnya Tanda terima Wisnu Anjali, maka lahirlah dari makanan Dewi Sukesi sendiri bayi adam yang berwajah sangat talam. Dari dahinya melancut cahaya jirian dan sinar matanya sangat jernih. Laksana seorang brahmana yang telah mencapai tatanan keutuhan, Surat bahari Wisrawa boleh mendaras merek-logo tersebut, bahwa putra bungsunya itu kelak akan menjadi seorang satria yang cendekiawan serta berperangai arif bijaksana. la nanti akan menjadi seorang satria yang berperilaku brahmana. Karena perlambang tersebut, Resi Wisrawa memberi nama putra bungsunya itu, Gunawan Wibisana.
Karena wajahnya yang tetampan dan budi pekertinya nan baik, Wibisana menjadi sunting hati Resi Wisrawa dan Dewi Sukesi. Dengan ketiga saudaranya, hubungan nan sangat dekat hanyalah dengan Kumbakarna. Peristiwa ini karena walaupun berwujud osean, Kumbakarna memiliki watak dan budi yang indah, nan kerap berusaha mencari kesempurnaan hidup.
Nun jauh di negara Lokapala, Prabu Danaraja masih memendam rasa omelan dan kedengkian yang adv amat tekun kepada ayahnya. Hingga detik ini dia masih tidak dapat menerima perlakuan ayahnya yang dianggapnya mengkhianati dharma bhaktinya sebagai anak. Sang Surat bahari Wisrawa umpama ayah dianggapnya telah salah guna bhakti seorang anak yang mutakadim dengan tulus tahir dari dalam bathin yang minimal intern memberikan cinta dan kehormatan puas ayah kandung junjungannya.
Rasa ini benar-benar tak dapat ia tahan sampai suatu saat Prabu Danaraja mengambil sikap nan sudah tidak bisa ditawar lagi. Prabu Danaraja terlampau mengerahkan seluruh legiun laskar Lokapala dan memimpinnya sendiri untuk mencerca Alengka dan membunuh ayahnya sendiri nan sudah lalu tidak punya kesucian lagi dimatanya. Alengka dan Lokapala berlawanan dan terjadi pertumpahan talenta. Pertumpahan darah yang ditujukan doang untuk dendam sendiri anak plong ayahnya.

Tanda terima Wisrawa tak dapat diam mengawasi semua ini. Ribuan vitalitas prajurit sudah lalu hilang demi sendiri Brahmana lanjut usia yang telah mumbung dengan dosa. Wisrawa buru-buru anjlok ke tengah pertempuran dan menghentikan semuanya. Kini ia terus-terang dengan Danaraja, anaknya sendiri. Dengan netra penuh kesirikan, Danaraja mengibaskan sabel senjatanya ke badan Wisrawa. Darah memancar deras, Wisrawa roboh di tengah-tengah para prajurit kedua negara. Mematamatai Resi Wisrawa tewas dalam penolakan mengembari Prabu Danaraja, Haur Sukesi bermaksud buat membalas dendam kematian suaminya. Rahwana yang ingin menuntut balas atas kematian ayahnya, dicegah oleh Haur Sukesi. Kepada keempat putranya diyakinkan, bahwa mereka lain akan mampu mengalahkan Prabu Danaraja yang punya guna-guna ampuh Rawarontek. Bikin dapat cundang dan membunuh Prabu Danaraja. Mereka harus pergi memencilkan diri, mohon anugrah Dewata agar diberi kesaktian yang melebihi Raja Danaraja, yang sesungguhnya masih saudara suatu ayah mereka seorang, andai bekal memaui balas atas kematian ayah mereka. Berangkatlah mereka melaksanakan perintah ibunya.

Source: https://katamutiara5758.blogspot.com/2017/

Originally posted 2022-08-09 21:02:27.